إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجا

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَتَوَّاب

(An-Nasr: 1-3)

Followers

Ruh dan Perasaan


Tulisan: Abbas As-Siisiy
Buku: Bagaimana Menyentuh Hati

Saya pernah diundang sejumlah pemuda ke suatu tempat yang jarak tempuhnya memakan waktu tiga jam. Sesampainya di sana, mereka menyambut saya sambil duduk. Wajah mereka hambar, perasaannya dingin, dan pandangannya kosong. Kemudian saya diminta bicara oleh seniornya. Saya berbicara di hadapan mereka tanpa hati dan ruh. Seusai bicara, ia berterima kasih kepada saya. Lalu saya keluar dengan perasaan seperti baru pulang dari takziah. Saya pulang dengan perasaan yang sama seperti ketika datang. Saya merasa sangat sedih sekali setelah menyaksikan peristiwa ini.

Beberapa hari kemudian, datanglah orang yang sama, yang mengundang pertama kali. Ia ingin mengundang saya untuk yang kedua kalinya.

Saya katakan kepadanya, “Saya diundang ke mana?”

Pemuda itu menjawab, “Ke tempat ikhwah yang kemarin dulu itu ustadz!”

Saya bertanya lagi, “Apakah mereka itu ikhwah?”

Ia menjawab, “Ya!”

Lalu saya katakan, “Mustahil mereka itu memiliki penghayatan tentang nilai ukhuwwah! Bagaimana mereka itu dapat dikatakan ikhwah, jika ketika ada tamu yang datang dengan menempuh perjalanan selama tiga jam, sambil memendam rasa rindu yang membara, dan dengan hati yang lapang saja, mereka menyambut dengan perasaan dingin, sembari duduk bagaikan siswa-siswa di sekolah. Hubungan saya dengan mereka seperti seorang guru dengan murid dalam ruangan. Bila pelajaran usai, maka guru atau murid akan keluar tanpa memberi isyarat apa-apa. Tanpa ada perasaan ukhuwwah dan tanpa adanya seruan yang menyatukan mereka.

Ketika meninggalkan mereka, saya murung dan sedih atas kebekuan perasaan mereka dan hilangnya kehangatan hati mereka. Ketahuilah, sesungguhnya perasaan yang hidup itulah yang menjadikan rahsia keberadaan dan kebangkitan kita”

Akhirnya pemuda itu merasa malu dan bingung, seraya berkata,
“Kalau memang ikhwah tidak menghayati nilai ukhuwwah tersebut pada kesempatan yang lalu, maka akan saya ingatkan sehingga mereka dapat memahami pada saat yang akan datang”

Saya pandangi dia seraya berkata
“Hai Tuanku, sesungguhnya potensi ruhiyyah, sentuhan rasa, kecintaan pada kebaikan, serta perasaan yang lembut itu tidak akan muncul hanya sekadar dengan peringatan dan perintah. Sedarilah, bahawa yang dapat membangkitkannya adalah dengan sentuhan – sentuhan hati yang penuh kasih sayang dan kerinduan yang sangat dalam pasangan seaqidahnya yang melekat di hati.”

Saya meminta maaf padanya kerana tidak dapat hadir, walaupun saya rindu dan kasihan pada mereka.

****************

Allahuakbar!
Adakah da’wah kita selami ini memiliki ruh dan perasaan?


~ end.

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...